Musik Prasejarah

Musik Prasejarah
Musik Prasejarah
BANDUNG, Situs Megalitik Gunung Padang di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, diyakini memiliki tradisi permainan musik masyarakat prasejarah. Hal itu menandakan bentuk kebudayaan tinggi yang dimiliki penghuninya, sekitar 2.500-1.500 sebelum Masehi.

Hasil ini didapat dari penelitian yang dilakukan Bandung Fe Institut, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pelestarian warisan budaya Indonesia, selama tahun 2008. Penelitian dilakukan Peneliti Departemen Sosilogi Komputasional Bandung Fe Institut, Rolan Mauludy Dahlan serta Hokky Situngkir.

Situs Gunung Padang adalah situs megalitik terbesar di Asia Tenggara dengan luas 3.132, 15 meter persegi dan berada di ketinggian 885 meter di atas permukaan laut. Bangunan utamanya mempunyai lima teras dan didominasi batuan andesit beku.

Menurut Rolan pada Rabu (4/2) di Bandung, penelitian difokuskan pada dua kelompok batuan di teras pertama dan teras kedua.

Sampel batu mengelompok dengan jarak beraturan serta berukuran sama 1-1,5 meter. Batu memiliki posisi berbaring sempurna dengan dua balok saling sejajar dan satu balok lain tegak lurus

Berdasarkan pola tenaga spektrum, dari sampel tiga batu di teras satu, semuanya memiliki spektogram sama. Selain itu, batuan sampel bernada frekuensi tinggi, dalam interval 2683 Herzt 5171 Herzt dan sesuai dengan interpretasi nada modern, nada F, nada G, nada D, dan nada A.

"Sejauh ini, kami yakin susunan batu itu bukan kebetulan, tapi sengaja dibuat. Hal ini luar biasa karena menandakan 2.500-1.500 tahun yang lalu masyarakat prasejarah Gunung Parang sudah memainkan alat musik," katanya.

Munculnya hasil penelitian ini, menurut Rolan, juga dipengaruhi minimnya pembuktian argumen sebelumnya, yaitu sebagai tempat pertemuan dan kompleks pemakaman.

Argumentasi sebagai tempat penguburan masih mengundang pertanyaan besar. Sejauh ini tidak ditemukan tanda-tanda penguburan. Hal yang sama juga dalam teori tempat pertemuan pemimpin masyarakat. Lokasinya terlalu tinggi dan sulit dijangkau.

Ia juga mengatakan, kejanggalan lain adalah orientasi bangunan tidak menghadap ke arah gunung. Padahal, beberapa studi di wilayah Indonesia menunjukkan, gunung merupakan tempat yang diperhitungkan dalam pendirian bangunan megalitik.

Selain fungsi, teknologi lain yang bisa dilihat di Gunung Parang adalah pemunculan tanda-tanda pada batu. Diperkirakan, masyarakat prasejarah yang belum mengenal tulisan menggunakannya sebagai penanda terhadap sesuatu kegiatan.

Menurut Rolan, pola arsitekturnya pun menakjubkan. Masyarakat prasejarah yang tinggal di sana sudah mengenal konsep penahan tanah longsor dengan menahan tanah menggunakan susunan batu andesit. Selain itu, mereka juga telah mengenal konsep tangga. Caranya menyusun batu andesit dari dataran lebih rendah ke yang lebih tinggi.

"Dua fakta tersebut dapat kami duga bahwa tradisi megalitik di Gunung Padang telah mengenal konsep struktur penunjang di luar bangunan utama," katanya.

Sumber : Kompas