Tempat Pertunjukan Musik Cadas Di Era Tahun 1970-an

alt
Untuk tempat pertunjukan di Jakarta,Theater Terbuka TIM, Taman Ria Monas dan Istora serta Stadiun Utama Senayan (untuk pertunjukan Deep Purple tanggal 4&5 Desember 1975) menjadi tempat favourite anak-anak muda yang paling sering didatangi untuk pertunjukan musik cadas karena harga tiketnya murah meriah yang mana dapat terjangkau oleh kocek mereka yang rata rata masih duduk dibangku SMA dan Perguruan Tinggi sedangkan Convention Hall (Balai Sidang) menurut mereka itu merupakan tempat kaum borju  yang tidak sesuai dengan semangat  dan jiwa cadas serta kocek mereka!.

Sedangkan di Bandung ada  Gelora Saparua, Lapangan Tegal Lega dan Gedung Merdeka menjadi tempat paling sering untuk pertunjukan musik cadas saat itu sedangkan untuk kugiran musik mungkin Bandunglah tempatnya karena disana ada seabreg  kugiran antara lain Savoy Rhythm, Provist (Progressive Student), Diablo Band, The Players, Happiness, Thippiest, Comets, DD (Djogo Dolok), Jack C’llons, C’Blues, Memphis (yang kemudian menjadi Man Face), Delimas, Rhapsodia, Batu Karang, The Peels, Shark Move, Red&White, Topics & Company, The Rollies, Philosophy Gang Of Harry Roesli, Giant Step, Paramour, Finishing Touch, Freedom ,Lizard, Big Brothers dan masih banyak lagi.Banyak dari mereka yang sukses bahkan bertahan namun tidak sedikit yang bertumbangan ditengah jalan dan ada pula para vokalisnya yang dapat bertahan tetapi berganti genre musiknya bahkan ke Dangdhut seperti Jajat Paramour

Sementara Medan memiliki Stadion Teladan, Wisma Ria ataupun Taman Ria dengan seabgeg kugiran cadas-nya seperti Rhythm Kings, Minstreals,The Great Session, The Foxus, Amateur, The Rag Time, Six Men, Grave Men, Copa Tone, Bhineka Nada, Black Spades dan Destroyer, disamping itu tentu saja masih ada banyak kugiran cadas lainnya yang dahsyat seperti Freemen .

Sedangkan kota Solo dijuluki sebagai kota ketiga di Indonesia memiliki stadion Manahan untuk tempat perhelatan musik cadas saat itu. Untuk kugiran musik dijumpai sederet nama yang patut dikedepankan, misalnya Yap Brothers, Tercnhem, Ayodhia, Scorless, dan Fair Stone. Dari sekian nama tersebut ada beberapa yang berhasil  beken, namun ada pula yang terlanjur “tewas”. Setelah Yap Brothers hijrah ke Jakarta, Tercnhem dan Ayodhia pun sekarat, dan Scorless tidak lama kemudian bubar !.

Sedangkan Semarang pada dekade 1970-an merupakan sentral hingar bingarnya musik cadas di Jawa Tengah. Musik di Semarang dilanda trend musik cadas ala Deep Purple, Led Zeppelin, dan sebagainya. Ada tiga nama kugiran musik yang cukup disegani keberadaannya yaitu, Mama Clan’s, Dragon, dan Fanny’s. Mama Clan’s, kugiran semarang yang satu ini tidak hanya berkiprah di kota asalnya, tetapi juga mampu menaklukkan penonton di kota Kembang Bandung yang dikenal sebagai gudangnya kugiran cadas pada dekade 1970-an. Mama Clan’s bahkan juga mampu menawan hati publik Jakarta dengan manggung di Taman Ria Monas tanggal 20 Oktober 1973. Kugiran dari Semarang lainnya bernama Spider, tetapi entah kenapa berubah bernama menjadi Voodoo Child ketika ikut perhelatan musik “Pesta Kemarau 75” di Bandung.

Surabaya memiliki segudang kugiran cadas diera 70-an.  musik AKA merupakan kugiran cadas yang lahir dari kota ini dan dianggap sebagai pelopor musik underground di Indonesia.AKA juga mengusung aksi-aksi panggung yang tidak lazim dipertunjukan ketika itu, karena menampilkan aksi peti mati dan tiang gantungan. kugiran dan pemusik lainnya yang terbentuk di kota yang sama, meliputi AKA, Oorzaak, Yeah Yeah Boys, Lemon Tree’s, D’Hand, Gembels, dan Rock Trikel serta SAS dll.

Sedangkan kota Malang hanya memiliki sedikit kugiran musik yang eksis pada waktu itu, antara lain: Irama Abadi, Bentoel,Opet, Zodiak, dan Swita Irama. Hampir semua kugiran itu adalah kugiran musik perusahaan atau  yang dibentuk dan didanai oleh instansi atau lembaga tertentu. Sama seperti di Semarang terbentuknya kugiran  musik di Malang pada zaman Orde Lama biasanya bermula dari band sekolah. Tidak seperti di Jakarta, atau Surabaya banyak anak-anak muda Malang ingin bermain musik namun tidak mempunyai alat-alat yang cukup karena harganya mahal. Akhirnya band bisa terbentuk dan manggung setelah didanai oleh suatu perusahaan besar. Nama-nama band yang muncul pun mengikuti nama perusahaan sponsor, seperti band Bentoel. Double Zero dari nama perusahaan rokok Orong Orong dll. Kota Malang pernah dianggap sebagai barometer musik cadas di Jawa Timur, bahkan di Indonesia. Mayoritas warga Malang pada dekade 1970 menggemari musik cadas seperti Deep Purple dan Rolling Stone. Pernah ada suatu angket yang dibuat radio-radio amatir waktu itu dan memang kebanyakan kawula muda di kota Malang menggemari musik cadas sampai keakar akarnya dan hebatnya lagi hal itu masih berlanjut dari generasi ke generasi hingga saat ini.